Apa saja Golongan Adopsi itu ?
Menurut Ibrahim dkk (2003), berdasarkan kecepatan adopsi terhadap inovasi, adopter atau golongan adopsi dapat digolongkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu : a) golongan perintis (innovator), b) golongan pengetrap dini (early adopter), c) golongan pengetrap awal (early majority), d) golongan pengetrap akhir (late majority), dan e) golongan penolak (laggard).
a.
Golongan perintis (Innovator).
Golongan
perintis ini jumlahnya tidak banyak dalam masyarakat. Karakteristik golongan ini gemar mencoba
inovasi dan berani mengambil resiko (risk
taker) (Ibrahim dkk, 2003). Dijelaskan
lebih lanjut bahwa golongan perintis mempunyai pendidikan rata-rata lebih
tinggi dalam masyarakat serta aktif mencari informasi, baik melalui tulisan,
audio visual maupun sumber-sumber teknologi secara langsung. Usia golongan
perintis setengah baya dan memiliki status sosial yang tinggi, serta ditunjang
sumber keuangan yang mapan dan pada umumnya berpartisipasi aktif dalam
penyebarluasan inovasi.
b.
Golongan pengetrap dini (Early adopter).
Golongan pengetrap dini mempunyai tingkat pendidikan yang
tinggi, gemar membaca buku, suka mendengar radio, memiliki faktor produksi non
lahan yang relatif komplit, sehingga dapat menerapkan suatu inovasi (Ibrahim
dkk, 2003). Dijelaskan lebih lanjut
bahwa golongan ini memiliki status sosial sedang karena umumnya berusia muda,
yaitu berkisar antara 25-40 tahun.
Golongan ini mempunyai prakarsa yang besar, aktif dalam kegiatan
masyarakat dan suka membantu pelaksanaan pembangunan di daerah serta dapat
dijadikan mitra penyuluh pertanian dalam menyebarkan inovasi, sehingga
mempercepat proses adopsi kelompok sosialnya.
c.
Golongan pengetrap awal (Early majority).
Golongan ini dapat menerima inovasi selama inovasi
tersebut memberikan keuntungan, berpendidikan diatas rata-rata, mempunyai
status sosial ekonomi sedang, memiliki umur lebih dari 40 tahun dan
berpengalaman (Ibrahim dkk, 2003).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa pola hubungan yang dilakukan cenderung lokal
dan kurang giat mencari informasi mengenai inovasi. Keputusan menerima adopsi
diperhitungkan dengan teliti, sebab kegagalan penerapan inovasi sangat
mempengaruhi kehidupan dan penghidupannya.
d).
Golongan pengetrap akhir (Late majority).
Golongan ini pada umumnya berusia lanjut dan memiliki
tingkat pendidikan rendah (Ibrahim dkk, 2003).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa status sosial ekonominya sangat rendah dan
lambat menerapkan inovasi. Salah satu faktor
penghambat diri dalam penerapan inovasi ini adalah pengalaman pahit pada masa
lalu, dengan status ekonomi rendah, kegagalan penerapan suatu inovasi akan
mengancam kehidupan dan penghidupannya. Pola hubungan lokal, sehingga
ekselerasi penerapan inovasi dapat dilakukan, apabila golongan pengetrap awal
juga menerapkan inovasi yang disuluhkan.
e).
Golongan penolak (Laggard).
Golongan ini pada umumnya berusia lanjut, jumlahnya
sangat sedikit dan tingkat pendidikannya sangat rendah (Ibrahim dkk, 2003). Dijelaskan lebih lanjut bahwa status sosial
ekonomi sangat rendah dan tidak suka terhadap perubahan-perubahan. Pola
hubungan bersifat sangat lokal, jumlahnya sangat sedikit dan sulit diubah
perilakunya, sehingga penyuluh mengabaikan golongan ini.
Menurut
Rogers and
Shoemaker (1971), dijabarkan sebagai berikut : 1) innovators: sekitar
2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani
mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi, 2) early adopters (perintis/pelopor):
13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para
teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi, 3) early majority (pengikut dini):
34% yang menjadi para pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi
internal tinggi, 4) late majority (pengikut akhir):
34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis,
menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan sosial, terlalu hati-hati, 5) laggards (kelompok kolot/tradisional):
16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi,
wawasan terbatas, bukan opinion leaders,
sumberdaya terbatas.
Reference :
Reference :
Ibrahim, Jabal
Tarik. Arman Sudiyono dan Harpowo. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian.
Banyumedia Publishing, UMM Press, Malang.
Rogers, Everett, M. and F.F. Shoemaker. 1971. Communication
of Innovation. Free Press, New York.
semangat hehehehhehehe
BalasHapusPak bupatiiiii...
BalasHapusTerima kasih... Semangat juga ya...
Sukses selalu...
Semangat
BalasHapus